Senin, 29 September 2014

Pertemuan dengan roh halus



            Hallo semua! Aku kembali lagi^^ apa kabar kalian? Pasti sehat dong. Aku akan memposting suatu cerita yang agak horror si, berbanding terbalik dari visi misi blog ini yang akan memposting info dan pengalaman pribadiku yang suka cita, tapi tak apalah, sekali saja mh wajar :D
Aku curhat sedikit yah, dari dulu itu aku sangat suka seni, maupun itu seni rupa, tari, musik, maupun grafis. Okee contoh yang terakhir tadi aku ngaku gak bisa ngegambar :’v dulu aku suka sekali membuat sesuatu dari tanah liat, yah walaupun gk bagus2 amat yg penting seru, itu tujuan sebenarnya, hanya untuk hiburan bareng temen2. Dan gk salah kalo postingan terakhirku yg membahas Seni Grafis (bisa cek disini) karena aku sangat menyukai seni. Dulu aku sebelum kerja seperti sekarang, saat aku menyelesaikan UN di SMK-ku dulu, aku ingin sekali melanjutkan kuliah dan mengambil Sastra Jawa. Kok Sastra Jawa? Gk matematika atau teknik? Hehehe aku ingin yang gampang2 saja, gk mau ribet sama itung2an, lagian aku ingin mendalami pengetahuanku tentang Seni, kebudayaan, dan bahasa Sastra dengan mengambil Sastra Jawa. Tapi kenyataan berkata lain, aku gk punya biaya buat kuliah T_T ini bener loh, jangan di ketawain :D
Karena harus mengerti dengan keadaan, akupun membuang jauh2 harapanku itu dan hanya menjadi karyawan swasta yg tiap tanggal tua minum Promagh gegara kurang makan. Tapi Alhamdulillah, walaupun penghasilanku kecil, aku masih bisa bersyukur n aku bisa membantu ortu-ku berdagang.
            Balik lagi ke Sastra, walaupun aku batal buat kuliah, tapi keinginanku belajar Sastra Jawa gk pernah aku batalin, aku masih bisa baca buku, majalah, jurnal yg berkaitan dengan Sastra tanpa perlu kuliah, itupun sudah cukup buat aku belajar sedikit demi sedikit.
*mikir keras* kapan bahas Ceritanya? Halah kelamaan curhat nih XD okee deh kita to the point aja, Cerita ini aku rangkum langsung dari buku; Pengantar Sastra Indonesia yg di tulis oleh Surana, S.Pd dan di terbitkan oleh Tiga Serangkai. Jika kalian ingin membacanya juga, silahkan cari bukunya dan buka halaman 45, BAB 7 tentang cerita. Dan mohon maaf sebelumnya jika aku meng-copas cerita ini tanpa izin, aku juga tidak akan memperbaiki kata yg gk bisa di mengerti oleh pembaca karena menjaga keaslian buku. Jika sang penulis keberatan, silahkan kirim keluhan anda lewat e-mail ku di sini vanogawaru@gmail.com dan aku akan menghapus postingan ini secepatnya, karena walaupun tujuan blog untuk mempublikasikan hasil pemikiran seseorang dan bersifat diary tapi aku tak mau meng-copas hasil karya seseorang karena itu melanggar hak cipta, tapi aku di sini bertujuan untuk berbagi pengetahuan saja. Tenang saja pak, aku kasih sumbernya kok :)











                                          PERTEMUAN DENGAN ROH HALUS

            Banyaklah sudah kita mendengar tentang roh halus, hantu, peri, dan yang sejenis itu. Sebagian orang mengatakan bahwa mereka itu lebih halus memang dari manusia, artinya mereka dapat melenyapkan diri dari mata kita, tapi meskipun begitu bukanlah itu berarti lebih unggul dari manusia. Secara lebih teliti barangkali dapat di katakan, bahwa meeka lebih unggul dari manusia hanyalah dalam hal, bahwa mereka tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Tetapi bukanlah berarti bahwa mereka adalah lebih unggul dari manusia dalam menguasai kehidupan alam nyata. Dunia mereka adalah dunia ghaib. Di sanalah mereka berkuasa. Tetapi di dunia nyata ini kitalah yang berkuasa, sebab Tuhan pun memang telah menguasakan pada kita. Meskipun begitu banyak pula yang berpendapat lain dari itu. Di bawah ini akan saya ceritakan pengalaman salah seorang teman saya, yaitu Ir. Hasan, yang juga dalam ceritanya menguatkan pendapat bahwa di dunia kita ini, bagaimanapun juga kita bisa mengalahkan roh halus.
            Teman saya Hasan tadi, telah berjuang dengan roh halus, bukannya dalam pergumulan atau boksen ataupun tembak-menembak. Teman saya yang terpelajar telah berjuang mengalahkan sebuah roh halus dengan diplomasi. Adapun ceritanya adalah begini:

            Maka pada suatu hari, yaitu setelah beberapa tahun Hasan menamatkan pelajarannya di Amerika, ia pulang berlibur ke rumah orang tuanya  di Wonogiri. Biasanya orang tuanyalah yang suka berkunjung ke rumahnya di Yogya. Tapi kali ini ialah yang berkunjung ke rumah orang tuanya di dusun yang kecil itu. Kunjungan ini mempunyai arti yang istimewa. Yaitu untuk melunakkan kemasygulan hati orang tuanya, sebab ia telah beberapa kali menolak untuk di kawinkan. Beberapa kali ia telah menerangkan pada orang tuanya, bahwa kenangan percintaannya dengan Endang, tunangannya yang dulu, belum bisa ia lupakan. Dan ia belum kepingin kawin ataupun punya pacar lagi. Endang tunangannya yang dulu adalah perawan yang cantik dengan muka yang halus dan badan yang semampai, tambahan pula Hasan sangat mencintainya.
            Itulah sebabnya dia tak bisa melupakannya. Meskipun perempuan itu telah lima tahun yang lampau meninggal dunia. Ia meninggal dunia karena jatuh waktu mendaki sebuah puncak gunung baru yang bernama Gunung Gandul, yang terletak di tepi dusun yang kecil itu, yaitu ketika ia bersama teman-temannya pergi berpiknik.
            Kabarnya gadis itu beberapa jam, saat sebelum kecelakaan dengan penuh semangat bercerita tentang percintaannya dengan tunangannya, Hasan. Ia ceritakan bagaimana ia sangat mencintai pemuda yang berbakat teknik tapi pandai pula menulis surat percintaan itu, seperti di ceritakannya pula bagaimana pula ia mengalami ciuman pertamanya. Beberapa menit kemudian setelah segala cerita itu, ia menginjak batu yang guyah sehingga terjadilah kecelakaan yang meminta korban jiwanya itu. Ia mati seketika itu juga, karena pecah sudah belakang kepalanya. Barang kali ia mati dengan kepala masih menyimpan kenangan terhadap tunangannya. Dan banyaklah orang akan berkata bahwa cara matinya adalah sangat menyedihkan: seakan-akan ia tidak rela akan kematiannya. Mati tanpa keikhlasan. Sebab itu, demikian kata banyak orang, arwahnya masih tetap ngelambrang, tidak mau tinggal di alam akhirat. Ia masih belum puas dengan hidupnya yang dulu.
            Dan tersebarlah cerita di antara penduduk desa itu bahwa arwah yang patah hati itu sering mengganggu orang-orang yang mendaki Gunung Gandul. Yang paling suka di ganggunya ialah para gadis-gadis remaja. Itu sebabnya bahwa sejak meninggalnya Endang itu, banyak para gadis pendaki itu yang mendapat kecelakaan ataupun sepulangnya dari pendakian tiba-tiba sakit, mengigau, lalu meninggal dunia.
            Hasan telah mendengar semua cerita itu. Tetapi sekarang ia telah terlibat dalam peristiwa itu.
            Ketika telah berjalan dua hari ia tinggal pada orang tuanya itu, terjadilah peristiwa bahwa seorang gadis pelajar SKP dari solo yang pergi mendaki Gunung Gandul, tiba-tiba menjadi kalap, seperti orang gila dan bingung. Ia seperti orang yang tersesat masuk kedalam sebuah gua kecil. Dan tak mau lagi di tarik ke luar. Katanya itulah rumahnya dan ia tak mau lagi keluar dari situ. Kemudian dia mericaukan bermacam-macam kalimat yang aneh, dan mengaku bahwa namanya sekarang adalah Endang. Padahal namanya yang sesungguhnya adalah Fatima. Dengan demikian di katakana oranglah bahwa gadis itu telah di rasuki oleh arwah Endang.
            Berbagai dukun telah mencoba menolong gadis itu, tetapi Endang masih tetap menguasainya. Demikian sampai dua hari berjalan, gadis itu masih tetap dipengaruhi arwah itu. Ia tidak mau keluar dari gua, tidak mau makan, tidak mau tidur, mukanya berubah mengerikan, rambutnya tergerai, bajunya robek sehingga kelihatan buah dadanya, suaranya besar, tangannya berdarah terluka dan demikian pula dahinya.
            Kedua orang tuanya menangis mengadu terseduh-seduh dan tetap menunggu anaknya di muka mulut gua yang gelap itu.  Anaknya tak bisa lagi mengenal mereka. Berbagai pertolongan sudah di jalankan, tetapi semuanya sia-sia. Orang yang datang sangat banyak hampir semuanya hanya bermaksud untuk menonton. Berita itu telah sampai juga ke telinga Hasan. Tapi ia merasa bahwa ia tak tahu apa yang mesti di perbuatnya. Akhirnya datanglah orang tua Fatima bersama beberapa orang lainnya lagi kepadanya dan berkata minta tolong kepadanya, ia menjawab bahwa ia bingung, tak mengerti apa yang mesti di kerjakan. Ia akan sangat suka sekali menolong. Tapi tak tahu bagaimana caranya.
            Kedua orang tua Fatima terus saja mendesaknya sehingga akhirnya ia sanggup datang ke gua dan ia akan mencoba barangkali ia dapat berbuat sesuatu.
            Ketika sampai di gua itu ayah Fatima membawanya ke mulut gua yang gelap itu dengan membawa obor. Demi Hasan masuk ke gua, gadis itu menjerit dengan histeris –Hasanku! Hasanku!- kemudian gadis itu membentangkan kedua lengannya, lalu menyerbu memeluk Hasan. Hasan sangat terkejut dan jijik. Ia memberontak dan membanting gadis itu ke tanah, lalu lari ke luar. Gadis itu meraung kesakitan, ketika ia bangkit kembali dan akan mengejar Hasan. Ayahnya menahannya. Gadis itu meraung-raung dan memanggil-manggil nama Hasan. Keadaannya menyedihkan sekali. Mukanya seperti sebuah topeng yang mengerikan. Padahal sebenarnya dia cantik. Badannya basah kuyup oleh keringat.
            Kemudian tanah yang kotor lengket di keringat itu, karena ia berguling-guling di tanah.
            -Hasan! Teriaknya. –mana Hasan! Saya hanya bisa damai dengan Hasan!
            Hasan merasa kasihan pada gadis itu. Sejenak ia mengira bahwa gadis itu gila. Tapi itu tidak mungkin terang gadis itu kemasukan rohnya Endang. Sebab ia memanggil-manggil namanya, padahal ia belum pernah bertemu dengan gadis itu sebelumnya. Ia bisa membayangkan bagaimana tersiksanya gadis itu. Badan wadagnya sama sekali di kuasai oleh roh yang memperlakukannya dengan semena-mena. Raga gadis itu telah rusak betul-betul. Sekarang ia insyaf betul bahwa ia harus berbuat sesuatu untuk menolong gadis itu. Dengan jalan bagaimanapun juga mesti mengusir roh itu dari badan Fatima.
            Dengan segera ia memasuki gua itu :
            -diam! –teriaknya dengan penuh perbawa.
            -Hasan! –keluh Fatima sambilakan merangkulnya.
            -jangan dekat! –perintah hasan tanpa mengerdip.
            -kenapa, Hasan? Tak kenal Endang lagikah kau.-
            -tenanglah dulu! –pegang ia kuat-kuat- perintahnya pada ayah Fatima. Kemudian masuklah pula paman Fatima membantu memegangi tangannya. Gadis itu meronta-ronta dan berteriak.
            Segera Hasan membentaknya lagi :
            -Endang! Endang! Dengarkan saya.-
            -Ya, manisku! Ya, manisku! –kata gadis itu dengan lesu dan badannya di lunglaikan. Hasan memandangnya dengan tajam dan penuh perbawa. Kemudian berkata dengan tenang :
            -siapa kau sebenarnya?-
            -Endang, manisku. Endang, tunanganmu.-
            -sebab aku tak mau mati. Aku mati kecewa. Aku belum puas merasakan kehidupan.-
            -tapi kenapa lalu orang lain kau paksa, kau ajak menderita? Kau kejam, kau tak punya belas kasihan. Kau hanya mementingkan dirimu sendiri.-
            -jangan berkata begitu manisku. Manisku! Saya tersiksa sekali, saya tak mau mati. Saya ingin bercinta lagi. Hasan maukah kau menolongku?-
            -tidak!-
            -kau tidak kasihan kepada saya?-
            -ya, kasihan!-
            -kenapa tidak mau menolong saya?-
            -karena keliru!-
            -keliru? –teriaknya dengan suara yang aneh sekali.
            -ya, coba katakan, siapa namamu?-
            -Endang.-
            -kau dulu tunanganku?-
            -ya.-
            -kau pernah berpiknik dengan teman-temanmu naik gunung itu?-
            -ya.-
            -lalu apa yang terjadi?-
            -saya tergelincir. –kata gadis itu dengan menangis.
            -baik. Lalu apa yang terjadi denganmu?-
            -saya terjatuh dan tergelincir. Sakit sekali. –jerit gadis itu dalam tangisnya.
            -saya tahu kau tergelincir, saya tahu kau jatuh ke jurang, saya tahu kepalamu pecah. –tapi bagaimana seterusnya?-
            -lalu saya jatuh.-
            -jawablah pertanyaan saya! Hal itu lalu menyebabkan apa padamu?-
            -Hasan…-
            -jawablah! Jawablah bahwa setelah itu kau mati. Ya kau sudah mati.
            -tapi saya tak ingat mati!.-
            -bukan kau yang menguasai hidup dan matimu! Yang memberikan kematian ialah yang memberi nasibmu. Kau tidak menyadari keadaanmu.-
            -hasan, senang kah kau kalau saya mati?-
            -tidak! Tetapi saya menyadari keadaan. Saya sedih bahwa kau mati. Saya tidak bisa melupakan kenangan percintaan kita. Itu sebabnya saya tak mau kawin sampai sekarang. Tapi saya menyadari keadaan. Saya tidak ingin berbuat melawan kodrat.
            -hasan, kau tetap mencintai saya?-
            -ya.-
            -saya juga sangat mencintaimu. Saya ingin kau bahagia!-
            -kenapa?-
            -karena sekarang kau mengecewakan saya….
            Saya ngeri melihat kekejamanmu sekarang, saya ngeri melihat kau berbuat melawan kodrat. Saya menantangmu!.-
            -Hasan! Hasan. –lengking gadis itu.
            -tinggalkan gadis itu!-
            -tidak! Saya ingin hidup! Saya ingin melampiaskan kekecewaan saya!-
            -tapi tidak begini caranya! Kau tidak adil! Apa kau tak kasihan pada gadis ini?
            -apa kau tak kasihan pada saya?-
            -kau belum mengerti juga! –kata hasan dengan pandangan tajam. Tiba-tiba ia mengeluarkan pisau lipat yang berada di sakunya.
            Ia membuka pisau itu lalu bertanya:
            -kau masih ingat ibumu?-
            -ya, tentu saja. Ia sangat mencintaiku. –tiba-tiba gadis itu menangis dan berkata antara sedu-sedunya. –ibuku sangat manis. Ia suka membuat panganan yang lezat bagiku. Kasihan sekarang dia sudah tua dan hidup sendirian saja.-
            -ibu! Ibu! Kau terlalu banyak menderita. –lalu gadis itu menangis tersendu. Hasan bersuara lagi :
            -kau juga mencintai saya?-
            -tentu, manisku! Saya sangat, saya sangat mencintaimu!-
            Tiba-tiba ia mendekati ayah Fatima dan memegangi lehernya, kemudian bertanya :
            -kau lihat orang ini? Apa tidak kelihatan menderita? Lihatlah matanya yang penuh ketakutan dan kekecewaan ini. Lihatlah pisau di tangan saya! Saya akan menikam orang ini pada lehernya. Ia akan mati dengan penuh kekecewaan dan penderitaan. Kemudian biarlah nanti arwahnya tidak merasa puas dan arwahnya nanti mengikuti jejakmu dengan melampiaskan dendamnya. Biarlah ia nanti melampiaskan dendamnya dengan jalan masuk kedalam tubuh ibumu dan tubuhku. Kau ingin seperti itu? Bisa kah kau bayangkan apa yang terjadi nanti pada ibumu dan padaku?-
            -Hasan! Ibuku!-
            -bagaimana? Relakah kau ibumu dan kekasihmu kemasukan arwah?-
            -tidak! Tidak!-
            -sekarang tinggalkanlah badan anak ini!-
            -kau mencintaiku bukan?-
            -tinggalkan badan anak ini! Saya akan mencintaimu sampai mati. Pergilah! Hapuskanlah kengerianku padamu. Pergi!-
            -Hasan! Hasan!-
            Hasan menekan pisaunya di leher ayah Fatima: -kau ingin arwah orang ini menyiksa ibumu dan kekasihmu?-
            -tidak! Tidaaak! –bersamaan dengan itu arwah Endang pergi dari gadis itu sambil membantingkan tubuh gadis itu keras-keras ke tanah.
            Gadis itu terkulai tak berdaya. Ia pingsan dan sesak nafasnya. Badannya penuh dengan kotoran dan luka-luka. Hasan berjongkok dan berkata sambil menatap tajam ke mata gadis itu, seakan-akan ia hendak menghusir Endang untuk penghabisan kalinya seandainya arwah itu masih ada di situ :
-Pergilah Endang! Pulanglah ketempatmu sebenarnya.-
      Tunggu saya di sana. Saya pasti datang padamu dalam keadaan masih seperti ini. Saya tetap mencintaimu dan saya tak akan kawin selama hidupku. Endang kembalilah saja ke tempatmu yang selayaknya. Relalah menungguku di sana, saya pasti datang manisku! Saya pasti datang!





Source : Buku; Pengantar Sastra Indonesia, penulis; Surana, S.Pd terbitan; Tiga Serangkai

           

Senin, 15 September 2014

Stiker kota, Seni yang menakjubkan








               




            Emang bener kata orang tua kita dulu, bahwa Indonesia ini Kaya, Tanah ini seperti tanah surga. Bagaimana bisa? Kalo kita intip lagi kebudayaan, tradisi, seni yang beragam di sini, sungguh jelas kaya raya. Maupun itu alam, kesenian, budaya dan adat.  Semua berkumpul jadi satu dalam cengkraman kaki burung garuda yang terpampang di atas kelas kalian, dengan membawa sehelai kertas yang bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”.  Itu sudah membuktikan bahwa Indonesia itu sungguh kaya, jika saja anak bangsanya melestarikan dan menjaga apa yang di wariskan tetua kita dulu.
            Di sini aku akan membahas seninya. Tapi bukan soal seni rupa, seni tari, maupun seni musik. Melainkan seni Grafis. Jika di telusuri lagi, orang Indonesia itu pintar dan berbakat. Contohnya dalam hal menggambar, baik itu dengan manual maupun menggunakan alat komputer. Contoh yang kedua tadi banyak sekali temanku yang mahir menggunakan aplikasi menggambar. Tapi di sini aku gak membahas mereka, karena mereka gak membayarku untuk mempromosikannya XD aku di sini akan bernostalgia *halah* dengan sebuah seni yang aku sendiri saja sampai sekarang tak tahu, siapa dalang yang membuat sebuah maha karya terhebat itu? Mungkin dia berfikir, hasil karyanya bisa di bilang biasa2 saja, tapi bagiku itu semua sangat menakjubkan. Agak lebay si, tapi aku ngomong serius loh XD
            Balik lagi ke topik. Ini berhubungan dengan Stiker Kota, apa itu Stiker kota? Kalian jika mendengar nama itu mungkin akan bingung. Tapi, jika di survey, aku yakin di sekitar kalian pasti akan melihat bahkan memiliki Stiker kota tersebut, aku si dapet istilah itu dari Jakarta Bienalle. Sebuah karya seni grafis yang cukup sederhana. Adalah sebuah Stiker yang sering kita jumpai di Angkot, Spakbor motor, Cermin, Daun pintu, Lemari bahkan di sampul buku catatan. Sebagai contohnya, kita lihat salah satu Stiker di bawah ini:


Masih ingat? Hahaha.. aku yakin kalian pasti melihat bayi unyu2 ini di tempat2 yang ku sebutkan di atas, dengan tulisan “No Problem” stiker ini cukup di gemari pada era 90-an. Jujur, akupun masih menyimpan stiker ini dan di tempelkan di balik pintu lemari kamarku. Kalo gk salah aku tempelkan itu sejak tahun 2006, saat aku mau lulus SD. Kalian pasti bertanya2, katanya booming saat tahun 90-an. Tapi aku menyimpannya tahun 2006? Jawabanku simple, karena aku belum tua :’v kebetulan saat itu masih ada yang menjualnya, jadi aku beli saja.

            Sebenarnya masih banyak stiker2 kota ini dengan berbeda gambar n tulisan, seperti yang di bawah ini:












Gambar gadis dengan slogan yang nakal, Foto bung Karno, maestro musik Indonesia Iwan Fals, peringatan dengan tulisan yang nyeleneh n lucu, sampai lafadz Allah, Muhammad dan berbagai ayat Al-Qur’an yang lainnya. Jika di lihat dari Stiker2 di atas, tentu berbasis pada anggapan bahwa hamper semua warga Jakarta adalah perantau, juga dan kesadaran bahwa seiring perkembangan teknologi dan informasi, yang sama dan mengalami berbagai pertukaran budaya. Selain jading bagian dari identitas seseorang, stiker juga menjadi penanda territorial bagi penempelnya. Di mana upaya penempelan itu terkait dengan kehendak berkomunikasi, yang semuanya di lakukan dengan kesadaran ruang. Aku ambil contoh dari stiker lafadz Al-Qur’an yang menempel di pintu rumah seseorang, selain menegaskan identitas dirinya sebagai umat islam, juga menyampaikan identitas itu kepada tamunya. Sekaligus penanda idealisme kemuslimannya. Contoh lain dari gambar Ir. Soekarno, mungkin membuat kamu pendukung megawati, sekaligus penanda kamu tampak jadi pengidola presiden Indonesia pertama tersebut, dan sekaligus menjadi sebuah peringatan pada tamu untuk menjaga tutur kata.
Tapi itu semua tak harus menjadi arti yang sesungguhnya, tergantung pada penempelnya itu sendiri, karena kebanyakan stiker2 itu mempunyai arti yang jauh dari gambarnya tersebut yang menyimpang dari makna aslinya. Itu si balik lagi ke kita, bahwa menempel sebuah stiker apakah untuk penanda identitas dan idelisme kita atau hanya sebatas “variasi” saja. Dan tentu akupun menempelkan beberapa stiker di rumah memiliki tujuan yang benar, sebagai contohnya tadi, menempelkan stiker lafadz “assalamu’alaikum” di atas daun pintu rumahku agar para tamu yang dating hendaklah mengucapkan salah sebagai umat muslim yang ta’at. Tapi ngomong2 soal stiker bayi No Problem itu, aku hanya bertujuan hiburan semata XD

            Itu saja postinganku kali ini, karena sudah larut malam n aku juga mau botik XD karena kerjaanku yang sangat menumpuk, sampe2 si pak bos tua Bangka itu ngomel2 mulu tiap hari, fufufu kapan lu bisa santai dikit pak (n)
Akhir postingan, seharusnya stiker2 kota ini terus di aplikasikan dengan baik oleh seniman2 itu, untuk wadah n ilmu yang bermanfaat bagi remaja di masa depan kelak, tapi tetep yang positif yah !!! sampai jumpa, Selamat malam :)



Source : Jakarta Biennale