Senin, 15 September 2014

Stiker kota, Seni yang menakjubkan








               




            Emang bener kata orang tua kita dulu, bahwa Indonesia ini Kaya, Tanah ini seperti tanah surga. Bagaimana bisa? Kalo kita intip lagi kebudayaan, tradisi, seni yang beragam di sini, sungguh jelas kaya raya. Maupun itu alam, kesenian, budaya dan adat.  Semua berkumpul jadi satu dalam cengkraman kaki burung garuda yang terpampang di atas kelas kalian, dengan membawa sehelai kertas yang bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”.  Itu sudah membuktikan bahwa Indonesia itu sungguh kaya, jika saja anak bangsanya melestarikan dan menjaga apa yang di wariskan tetua kita dulu.
            Di sini aku akan membahas seninya. Tapi bukan soal seni rupa, seni tari, maupun seni musik. Melainkan seni Grafis. Jika di telusuri lagi, orang Indonesia itu pintar dan berbakat. Contohnya dalam hal menggambar, baik itu dengan manual maupun menggunakan alat komputer. Contoh yang kedua tadi banyak sekali temanku yang mahir menggunakan aplikasi menggambar. Tapi di sini aku gak membahas mereka, karena mereka gak membayarku untuk mempromosikannya XD aku di sini akan bernostalgia *halah* dengan sebuah seni yang aku sendiri saja sampai sekarang tak tahu, siapa dalang yang membuat sebuah maha karya terhebat itu? Mungkin dia berfikir, hasil karyanya bisa di bilang biasa2 saja, tapi bagiku itu semua sangat menakjubkan. Agak lebay si, tapi aku ngomong serius loh XD
            Balik lagi ke topik. Ini berhubungan dengan Stiker Kota, apa itu Stiker kota? Kalian jika mendengar nama itu mungkin akan bingung. Tapi, jika di survey, aku yakin di sekitar kalian pasti akan melihat bahkan memiliki Stiker kota tersebut, aku si dapet istilah itu dari Jakarta Bienalle. Sebuah karya seni grafis yang cukup sederhana. Adalah sebuah Stiker yang sering kita jumpai di Angkot, Spakbor motor, Cermin, Daun pintu, Lemari bahkan di sampul buku catatan. Sebagai contohnya, kita lihat salah satu Stiker di bawah ini:


Masih ingat? Hahaha.. aku yakin kalian pasti melihat bayi unyu2 ini di tempat2 yang ku sebutkan di atas, dengan tulisan “No Problem” stiker ini cukup di gemari pada era 90-an. Jujur, akupun masih menyimpan stiker ini dan di tempelkan di balik pintu lemari kamarku. Kalo gk salah aku tempelkan itu sejak tahun 2006, saat aku mau lulus SD. Kalian pasti bertanya2, katanya booming saat tahun 90-an. Tapi aku menyimpannya tahun 2006? Jawabanku simple, karena aku belum tua :’v kebetulan saat itu masih ada yang menjualnya, jadi aku beli saja.

            Sebenarnya masih banyak stiker2 kota ini dengan berbeda gambar n tulisan, seperti yang di bawah ini:












Gambar gadis dengan slogan yang nakal, Foto bung Karno, maestro musik Indonesia Iwan Fals, peringatan dengan tulisan yang nyeleneh n lucu, sampai lafadz Allah, Muhammad dan berbagai ayat Al-Qur’an yang lainnya. Jika di lihat dari Stiker2 di atas, tentu berbasis pada anggapan bahwa hamper semua warga Jakarta adalah perantau, juga dan kesadaran bahwa seiring perkembangan teknologi dan informasi, yang sama dan mengalami berbagai pertukaran budaya. Selain jading bagian dari identitas seseorang, stiker juga menjadi penanda territorial bagi penempelnya. Di mana upaya penempelan itu terkait dengan kehendak berkomunikasi, yang semuanya di lakukan dengan kesadaran ruang. Aku ambil contoh dari stiker lafadz Al-Qur’an yang menempel di pintu rumah seseorang, selain menegaskan identitas dirinya sebagai umat islam, juga menyampaikan identitas itu kepada tamunya. Sekaligus penanda idealisme kemuslimannya. Contoh lain dari gambar Ir. Soekarno, mungkin membuat kamu pendukung megawati, sekaligus penanda kamu tampak jadi pengidola presiden Indonesia pertama tersebut, dan sekaligus menjadi sebuah peringatan pada tamu untuk menjaga tutur kata.
Tapi itu semua tak harus menjadi arti yang sesungguhnya, tergantung pada penempelnya itu sendiri, karena kebanyakan stiker2 itu mempunyai arti yang jauh dari gambarnya tersebut yang menyimpang dari makna aslinya. Itu si balik lagi ke kita, bahwa menempel sebuah stiker apakah untuk penanda identitas dan idelisme kita atau hanya sebatas “variasi” saja. Dan tentu akupun menempelkan beberapa stiker di rumah memiliki tujuan yang benar, sebagai contohnya tadi, menempelkan stiker lafadz “assalamu’alaikum” di atas daun pintu rumahku agar para tamu yang dating hendaklah mengucapkan salah sebagai umat muslim yang ta’at. Tapi ngomong2 soal stiker bayi No Problem itu, aku hanya bertujuan hiburan semata XD

            Itu saja postinganku kali ini, karena sudah larut malam n aku juga mau botik XD karena kerjaanku yang sangat menumpuk, sampe2 si pak bos tua Bangka itu ngomel2 mulu tiap hari, fufufu kapan lu bisa santai dikit pak (n)
Akhir postingan, seharusnya stiker2 kota ini terus di aplikasikan dengan baik oleh seniman2 itu, untuk wadah n ilmu yang bermanfaat bagi remaja di masa depan kelak, tapi tetep yang positif yah !!! sampai jumpa, Selamat malam :)



Source : Jakarta Biennale

Tidak ada komentar:

Posting Komentar